
diwida.news Girik merupakan surat pengesahan milik lahan di Indonesia.
Dokumen ini diciptakan saat masa penjajahan Belanda, kira-kira di tahun 1830-an.
Walau tetap ada orang yang memanfaatkannya, sekarang ini girik sudah ditinggalkan demi dokumen-dokumen lain yang memiliki kekuatan hukum yang lebih baik, yakni Sertifikat Hak Milik (SHM) serta Sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB).
Sejarah Girik
Masa Kolonial Belanda:
- Pada tahun 1830-an: Dokumen girik diperkenalkan untuk pertama kalinya oleh pemerintah kolonial Belanda sebagaimana menjadi komponen utama dalam skema manajemen tanah.
- Pada dekade 1870-an: Pemanfaatan dokumen girik untuk membuktikan hak milik atas lahan semakin meluas.
Masa Kemerdekaan Indonesia:
- Tahun 1945: Usai kemerdekaan Indonesia, girik masih dipakai sebagai bukti hak milik atas tanah.
- Pada dekade 1960-an, pihak berwenang di Indonesia memulai upaya untuk menciptakan suatu sistem manajemen tanah yang lebih canggih dan terorganisir dengan baik.
Masa Sekarang:
Girik saat ini masih dipakai, namun peranannya sudah ditinggalkan oleh SHM dan SHGB.
Sangat penting diingat bahwa catatan mengenai hak tanah bisa berbeda-beda tergantung wilayah serta peraturan pemerintah lokalnya.
Maka dari itu, sangatlah krusial untuk mengecek data terperinci mengenai sertifikat tanah tersebut di daerah setempat.
Mengapa Girik Perlu Dikonversi?
Melihat bahwa girik merupakan dokumen dari era kolonial, maka kekuatan hukumnya tidak setara dengan SHM atau HGB.
Maka dari itu, diharapkan sekali kepada para pemegang hak girik agar menukar dokumen tersebut ke dalam bentuk sertifikat yang lebih kokoh.
Waktu liburan Idulfitri dapat dijadikan kesempatan ideal untuk menangani konversi hak guna bangunan dari girik ke SHM.
Harison Mocodompis, kepala biro Humas dari Kementerian ATR/BPN, menjelaskan bahwa Lebaran merupakan waktu ideal untuk mensertifikasikan properti tanah.
Harison menjelaskan pada hari Rabu (02/04/2025) bahwa Kementerian ATR/BPN masih berfungsi secara terbatas dan kesempatan ini dapat dimanfaatkan oleh publik yang membutuhkan bantuan dalam hal tanah.
Agar dapat melakukan transisi dari hak guna bangunan kepada sertifikat, pemilik lahan harus mempersiapkan sejumlah dokumen yang diperlukan, antara lain sebagai berikut:
- Girik tanah asli.
- Kartu Keluarga (KK).
- Kartu Tanda Penduduk (KTP).
- Surat untuk mengajukan permintaan yang telah ditulis dengan menggunakan meterai tersebut.
Bagi yang membutuhkan detail tambahan tentang syarat-syarat serta tata caranya, para pemilik lahan bisa merujuk pada aplikasi Sentuh Tanahku. Unduhan aplikasi ini tersedia dengan bebas melalui Google Play Store maupun Apple App Store.
"Sebelum mengunjungi kantor pertanahan, masyarakat saat ini dapat memeriksa persyaratan yang diperlukan untuk pengajuan mereka serta perkiraan biayanya melalui Sentuh Tanahku. Dalam aplikasi ini, pemilik tanah juga bisa melacak proses dokumen mereka yang telah diajukan dan sedang ditanganinya di kantor pertanahan," jelas Harison.
Pemilik lahan pun bisa menghubungi secara langsung kantor pertanahan lokal guna memperoleh bimbingan tambahan selain menggunakan aplikasi.
Dengan merubah status dari dokumen kepemilikan tanah berbentuk girik menjadi Surat Hak Milik (SHM) atau Hak Guna Bangunan (HGB), maka pemegang hak tersebut akan memperoleh jaminan hukum yang semakin solid terhadap properti miliknya.